BISNIS hukum adat atau ritual adat, jelas-jelas sudah bertentangan dengan norma, adat, dan budaya orang Dayak yang taat pada nilai-nilai adat.
Oknum masyarakat Dayak yang menjadikan hukum adat atau ritual adat sebagai lahan bisnis, maka artinya orang itu tidak beradat, dan tidak mengerti adat.
Jika oknum itu terbukti sebagai tokoh, maka harus dihukum dan dikucilkan dari masyarakat adat.Namanya pun, sebaiknya disebarkan kepada seluruh masyarakat Dayak.
Penyebaran nama ini bertujuan agar si pelaku pebisnis hukum adat atau ritual adat, tidak usah lagi dijadikan panutan. Jika orang itu adalah pengurus adat maka harus diberhentikan dan dihukum adat pula. Sekali lagi saya tegaskan, adat itu lebih dijubata bera, dan adat kurang hantu bera. Itulah asas hukum adat Dayak.
Banyak, sebenarnya oknum Suku Dayak yang sangat paham hukum, tapi ikut-ikutan mempermainkan adat. Misalnya, sejumlah pengacara dari oknum Dayak, terkesan selalu membawa simbol-simbol Dayak untuk membela kliennya dan menteror pihak lain.
Umpamanya sengketa perdata berupa rebutan status kepemilikan rumah atau tanah di dalam keluarga. Tiba-tiba dipasang tempayan yang diklaim simbol pamabakng. Padahal, keluarga pemilik rumah atau tanah yang bersengketa, bukan dari kalangan Suku Dayak. Nah, ini kategori perbuatan mempermainkan hukum adat atau ritual adat.(aju/pat/hd)
Sumber: http://suarapemredkalbar.com/berita/opini/2016/07/18/tambuk-bow-pebisnis-hukum-ada-jangan-dijadikan-panutan